warkoptoto3 login

kakek slot88 - Daftar Alarm Bahaya yang Mengintai Ekonomi Indonesia

2024-10-07 21:53:08

kakek slot88,erek2 kelelawar masuk rumah,kakek slot88
Daftar Isi
  • 1. Deflasi
  • 2. Penurunan Daya Beli
  • 3. Badai PHK
  • 4. Masyarakat Kelas Menengah Turun
  • 5. Utang Pemerintah Menggunung
Jakarta, CNN Indonesia--

Pertumbuhan ekonomiIndonesia tak lepas dari bayang-bayang kondisi global, seperti perang Rusia-Ukraina hingga ketegangan di Timur Tengah. Namun, ada banyak pula ancaman bahaya dari dalam negeri.

Misalnya, deflasi yang berlangsung terus menerus dan marak pemberhentian hubungan kerja (PHK).

Selain itu, penurunan kinerja industri manufaktur yang selama ini berkontribusi cukup besar juga menambah tekanan ke perekonomian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Deflasi

Indonesia tercatat mengalami deflasi selama tiga bulan berturut-turut sejak Mei-Juli 2024. Deflasi pada Mei sebesar -0,03 persen, pada Juni -0,08 persen dan meningkat pada Juli sebesar -0,18 persen.

Ekonom Senior Indef Didik J Rachbini mengungkapkan deflasi tiga bulan berturut-turut ini berbahaya bagi perekonomian Indonesia karena menandakan lemahnya daya beli masyarakat.

"Yang sudah jelas ada di hadapan mata adalah penurunan pengeluaran konsumsi. Konsumen menunda pembelian untuk mengantisipasi harga yang lebih rendah lagi di masa depan karena keterbatasan pendapatannya dan banyak yang menganggur," jelasnya.

Lihat Juga :
REKOMENDASI SAHAMDeret Saham Berpeluang Cuan Pekan Ini: Energi hingga Properti

2. Penurunan Daya Beli

Penurunan daya beli tengah terjadi di Tanah Air. Ada beberapa faktor yang mendukung, pertamadeflasi yang tercatat tiga bulan berturut-turut. Kedua,menurunnya kinerja industri manufaktur sehingga PMI Manufaktor masuk ke zona kontraksi.

Ketiga,terjadi banyak PHK akibat melemahnya permintaan sehingga produksi tertahan dan ekspor menurun.

3. Badai PHK

Turunnya daya beli masyarakat juga berdampak pada penutupan banyak pabrik sehingga badai PHK menghantam pekerja dalam negeri. Bahkan, di paruh pertama tahun ini saja jumlahnya mencapai puluhan ribu.

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat PHK menimpa 32.064 tenaga kerja selama enam bulan pertama di 2024. Mayoritas memang terjadi di Jakarta, yakni sebanyak 23,29 persen.

Lihat Juga :
Harga Bitcoin Anjlok di Tengah Kekhawatiran Resesi AS

PHK lainnya juga terpusat di Pulau Jawa. Ada di Banten dengan 6.135 orang kehilangan pekerjaan, 5.155 pekerja di Jawa Barat di-PHK, dan kasus di Jawa Tengah yang menimpa 4.275 karyawan.

Pemutusan hubungan kerja yang cukup banyak juga terjadi di luar Jawa. Misalnya, ada 1.812 orang di Sulawesi Tengah yang harus kehilangan pekerjaannya hingga Juni 2024.

4. Masyarakat Kelas Menengah Turun

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS yang diolah oleh Bank Mandiri dalam Daily Economic and Market (Juli 2024), proporsi kelas menengah pada struktur penduduk Indonesia pada 2023 cuma 17,44 persen. Jumlah ini anjlok dari proporsi pada 2019 yang mencapai 21,45 persen.

Penurunan jumlah kelas menengah ini berbanding terbalik dengan kelompok rentang. Dalam periode yang sama jumlah kelompok rentan malah meningkat. Tercatat jumlah masyarakat rentan naik dari 68,76 persen pada 2019 menjadi 72,75 persen pada 2023.

Lihat Juga :
Kemenpan RB Usul PNS Pindah ke IKN Dapat Insentif Rp100 Juta

Penurunan jumlah kelas menengah ini juga tercermin dari meningkatnya kredit macet (non performing loan/NPL) kredit pemilikan rumah (KPR).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio NPL properti berada di level 2,4 persen pada Desember 2023. Angka itu lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni 2,1 persen.

Tak hanya itu, level rasio NPL properti Desember 2023 itu juga lebih tinggi dibanding 2020 dan 2021 yang masing-masing sebesar 2,3 persen dan 2,2 persen.

Gejolak ekonomi yang dialami kelas menengah juga tercermin dari menurunnya penjualan mobil. Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan wholesales sepanjang semester I 2024 mencapai 408.012 unit.

Angka penjualan itu turun 19,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 506.427 unit pada 2023.

5. Utang Pemerintah Menggunung

Alarm bahaya selanjutnya ke perekonomian adalah utang pemerintah pusat yang menggunung dan rasionya hampir mencapai 40 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Berdasarkan buku APBN KiTa edisi Juli 2024, utang pemerintah tercatat sebesar Rp8.444,87 triliun per akhir Juni 2024. Angka ini naik Rp91,85 triliun dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp8.353,02 triliun.

Rasio utang hingga paruh pertama tahun ini itu tercatat sebesar 39,13 persen terhadap PDB. Dari porsinya, sebesar 87,85 persen atau Rp7.418,76 triliun utang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dan sebesar 12,15 persen atau Rp1.026,11 triliun berasal dari pinjaman.

[Gambas:Video CNN]



(ldy/sfr)