warkoptoto3 login

betfortuna - Kisah Masjidil Haram Berlumuran Darah Dibajak Pengikut 'Imam Mahdi'

2024-10-08 05:51:51

betfortuna,erek bekicot,betfortunaJakarta, CNN Indonesia--

Masjidil Haram, Mekkah, Arab Saudimenjadi salah satu tempat tujuan utama bagi umat Muslim dunia. Banyak umat Muslim berkeinginan untuk beribadah di masjid tertua itu.

Berdiri di atas tanah seluas 356.800 meter persegi, masjid ini mampu menampung hingga dua juta jamaah, terutama pada Ramadan dan musim Haji.

Namun, masjid yang dibangun mengelilingi Ka'bah itu sempat dilanda konflik yang kelam dan menjadi saksi bisu peristiwa berdarah sepanjang sejarah Kerajaan Arab Saudi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peristiwa berdarah bermula ketika sekitar 50 ribu jamaah Masjidil Haram tengah melaksanakan salat subuh. Juhayman dan sebanyak 200 kawanannya menyusup menjadi jamaah dan ikut salat.

Seusai salat, Juhayman menuju tempat khotib dan mengambil mikrofon.

Para pengikutnya yang telah berbaur bersama jamaah lain pun dengan cepat menodong senjata yang sudah didistribusikan oleh kelompoknya.

Lihat Juga :
KILAS INTERNASIONALChina Minta Warga Jauhi Tempat Judi sampai Putin Menang Pemilu Rusia

Lalu, salah satu dari pengikut Juhayman membaca pidato yang mengumumkan kehadiran Imam Mahdi sebagai sosok penyelamat di bumi.

Sontak para jamaah masjid terkejut dan bertanya siapakah sosok 'Mahdi' tersebut. Kelompok itu berusaha meyakinkan dalam pidatonya bahwa Mahdi telah hadir bersama mereka.

Mereka merujuk pada salah satu sosok yang bernama Mohammed bin Abdullah al-Qahtani.

Namun, Juhayman mempunyai cara licik untuk meyakinkan para jamaah Masjidil Haram. Ia segera memerintahkan para pengikutnya yang bersenjata untuk menutup Masjidil Haram dan menaruh beberapa penembak jitu di beberapa menara tinggi masjid.

Lihat Juga :
3 Insiden Besar yang Pernah Terjadi terkait Hajar Aswad di Ka'bah

Seorang mahasiswa saat itu bernama Abdel Moneim Sultan mengatakan pada BBC, bahwa ia menyaksikan secara langsung kejadian kelam tersebut usai melaksanakan salat.

"Orang-orang terkejut melihat kelompok bersenjata. Ini adalah sesuatu yang tidak biasa mereka lakukan. Tidak ada keraguan ini membuat mereka ngeri. Ini sesuatu yang keterlaluan," ujar Abdel Moneim Sultan pada BBC.

Kelompok tersebut juga mendeklarasikan bahwa mereka menentang pemerintah Arab Saudi yang dianggap tak bermoral, korup, dan berorientasi ke Barat. Dalam tindakannya, mereka juga mengeksekusi beberapa jamaah yang tak sepaham dengannya.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Mulanya, pemerintah Arab Saudi bereaksi lambat terhadap pengepungan tersebut. Terlebih, Putra Mahkota Saudi saat itu, Pangeran Fahd bin Abdulaziz al-Saud, tengah menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Liga Arab.

Kemudian, Raja Khaled dan Menteri Pertahanan Pangeran Sultan mengambil alih operasi tersebut. Namun, kelompok ekstremis tersebut sempat melawan tentara Arab Saudi yang berusaha menerjang masuk Masjidil Haram.

Negosiasi pun sempat terjadi di tengah pembantaian yang dilakukan oleh kelompok ekstremis tersebut. Bahkan pemerintah Arab Saudi sampai meminta bantuan strategis pada Presiden Prancis Valéry Giscard d'Estaing.

Picture dated December 1979 in Jeddah of arrested Moslem gunmen belonging to the group commanded by Jihman bin Saif al-Otaiba, alias Kelompok bersenjata pengikut Juhayman Al Otaybi saat ditangkap pasukan Kerajaan Arab Saudi. (AFP/)

d'Estaing menyarankan beberapa taktik penyerbuan menggunakan gas yang dilempar ke ruang-ruang bawah tanah. Alhasil, rencana tersebut berjalan lancar hingga berhasil meringkus Juhayman dan komplotannya.

Pengepungan yang berlangsung selama beberapa hari itu menelan ratusan korban jiwa dan membuat ribuan jamaah masjid terluka. Terlebih, beberapa struktur Masjidil Haram ikut hancur akibat tindakan keji kelompok tersebut.

Lihat Juga :
Raja Salman dari Saudi Bagi-bagi Kurma 100 Ton buat Indonesia

Belajar dari peristiwa kelam itu, pemerintah Arab Saudi kini menambah personel keamanan yang berjaga di lingkungan Masjidil Haram.

Hingga kini, pemerintah Arab Saudi terus melakukan penjagaan dan pemantauan ketat terhadap kelompok ekstremis yang berpotensi memecah belah masyarakatnya.