warkoptoto3 login

yok togel rtp - Industri Manufaktur Makin Suram, Thomas Djiwandono Punya Solusi Ini!

2024-10-08 06:07:52

yok togel rtp,badut 2d togel,yok togel rtp

Jakarta, CNBC Indonesia -Aktivitas manufaktur Indonesia tengah mengalami masa-masa sulit, tercermin dari lesunya Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur yang masuk zona kontraksi atau di bawah 50 selama dua bulan beruntun Juli-Agustus 2024.

Pada Juli 2024, angka PMI Manufaktur hanya di level 49,3 dan memburuk pada Agustus 2024 menjadi 48,9. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi atau berada di zona negatif.

Baca:
Manufaktur RI Makin Hancur, Prabowo Sulit Kejar Capaian Soeharto

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan, salah satu penyebab yang mempengaruhi lesunya aktivitas manufaktur itu ialah fragmentasi geopolitik yang terus terjadi di lingkungan global, menyebabkan munculnya perang tarif terhadap produk-produk perdagangan global.

"Saat tarif dan ketegangan geopolitik mempengaruhi manufaktur global dan ekspor, Indonesia harus menavigasi celah-celah tersebut sambil memperkuat ekonominya sendiri," kata Thomas dalam acara The 2nd International Tax Forum, Selasa (24/9/2024).

Permasalahan tarif itu ia katakan memunculkan adanya pergeseran dalam arah kebijakan pajak. Saat perusahaan multinasional bereaksi terhadap ketegangan perdagangan, mereka cenderung memindahkan operasi dan laba mereka lintas negara.

"Dengan perkembangan ini, Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya, berisiko kehilangan penerimaan pajak. Di luar perkembangan perdagangan tersebut, seiring dengan ekspansi bisnis dan teknologi digital yang mengaburkan batas-batas negara, sistem pajak tradisional menjadi usang," tegasnya.

Baca:
Bikin Sri Mulyani Was-was, Industri Manufaktur RI Separah Ini!

Perkembangan yang memunculkan tren perusahaan multinasional yang beroperasi di banyak negara tanpa kehadiran fisik itu ia anggap membuat keuntungan yang seharusnya dikenakan pajak mengganggu kerangka perpajakan domestik. Akibatnya, terjadi ketidakselarasan antara tempat di mana keuntungan dihasilkan dan tempat pajak dibayar.

"Ini meninggalkan banyak negara, terutama yang sedang berkembang, dalam posisi yang kurang menguntungkan," ucap Thomas.

Banyak negara mendapati diri mereka tidak mampu menangkap bagian yang adil dari penerimaan pajak dari perusahaan yang memperoleh pendapatan signifikan dari konsumen mereka tetapi tidak memiliki operasi fisik di dalam negara tersebut. Ketidakseimbangan ini hanya memperdalam ketidaksetaraan ekonomi global. Kerangka pajak tradisional tidak dapat mengakomodasi tantangan yang timbul dari digitalisasi ekonomi global.

Oleh karena itu, Thomas mengatakan, beberapa negara telah mengambil langkah-langkah unilateral, salah satunya melalui penerapan pajak layanan digital. Selama beberapa dekade terakhir, negara-negara telah bersaing untuk menurunkan tarif pajak perusahaan guna menarik investasi, sering kali dengan mengorbankan stabilitas ekonomi. Sejak tahun 1980, tarif pajak perusahaan rata-rata global telah turun dari 40,18% menjadi 23,45% pada 2023.

Baca:
PGE Galang Kolaborasi Lintas-Sektor di IIGCE 2024

Meskipun tren ini menarik investasi, hal ini kata Thomas mengurangi penerimaan publik yang dibutuhkan untuk infrastruktur, layanan kesehatan, dan program sosial, termasuk perbaikan ekonomi seperti kembali menggeliatkan aktivitas manufaktur, sehingga melemahkan kemampuan pemerintah untuk mengatasi ketidaksetaraan dan berinvestasi dalam pembangunan jangka panjang.

Seiring dengan upaya negara-negara untuk mempertahankan pemulihan ekonomi dan pertumbuhan yang berkelanjutan, membangun sistem pajak yang efisien dan tangguh menjadi lebih penting dari sebelumnya. Ia bilang, kebijakan pajak yang kuat sangat penting untuk menghasilkan penerimaan yang dibutuhkan untuk mendukung layanan publik penting dan mendorong pemulihan ekonomi.

"Salah satu kebijakan kunci adalah melalui pengelolaan pergeseran perpajakan lintas negara dan penghindaran pajak. Dengan memerangi penghindaran pajak, pemerintah dapat menstabilkan dan meningkatkan penerimaan, menyediakan basis keuangan yang lebih kuat untuk mendukung upaya pemulihan dan pertumbuhan ekonomi," ujar Thomas.

Baca:
Makin Terpuruk, Nasib Intel Sudah di Ujung Tanduk

Ia juga menekankan, Indonesia telah menandatangani instrumen pajak global yang disebut Subject to Tax Rule Multilateral Instrument (STTR MLI) pada 19 September 2024, untuk memerangi pengalihan laba. Indonesia kata dia percaya bahwa STTR MLI yang disepakati berdasarkan konsensus itu melindungi basis pajak perusahaan yang dapat mencegah erosi basis pajak dan pengalihan laba.

"Memperbarui sistem pajak juga akan berdampak pada pengumpulan penerimaan domestik, memastikan bahwa perusahaan multinasional memberikan kontribusi yang adil terhadap pajak. Hal ini akan meningkatkan keuangan yang penting untuk mendanai layanan publik, pembangunan infrastruktur, dan fungsi penting pemerintah lainnya," ucap Thomas


(arj/mij) Saksikan video di bawah ini:

Video: Kinerja Industri Furniture RI Lesu, Siapa Punya Jalan Keluar?

iframe]:absolute [&>iframe]:left-0 [&>iframe]:right-0 [&>iframe]:h-full">Next Article Cuti Bersama Bikin Gerah Pengusaha, Bisnis Ini Paling Buntung