warkoptoto3 login

singkatan merdeka - Momen Demonstran Curhat ke Pusat Kajian FH UGM soal Kericuhan Semarang

2024-10-08 01:26:01

singkatan merdeka,kingbet138 login,singkatan merdekaSleman, CNN Indonesia--

Sejumlah perwakilan Aksi Kamisan Semarang dan Gerakan Rakyat Menggugat (GERAM) mengadukan tindak represifitas hingga dugaan penyusupan oleh aparat kepolisian saat demonstrasi di Kota Semarang, Jawa Tengah yang diwarnai kericuhan pada l 22 dan 26 Agustus 2024 lalu.

Para perwakilan dari Aksi Kamisan dan GERAM dari Semarang itu mendatangi Kantor Pusat Kajian Fakultas Hukum (FH) UGM di Sleman, DIY, Jumat (30/8).

Fathul Munif dari Aksi Kamisan Semarang menuturkan, aksi pada 22 Agustus kemarin adalah menolak revisi RUU Pilkada yang diusulkan oleh badan legislasi DPR RI. Aksi yang diikuti sekitar dua ribuan massa mayoritas mahasiswa, termasuk kelompok Kamisan dan GERAM itu berujung kericuhan, dan ada aksi represifitas dari aparat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah aksi tersebut, pada 26 Agustus 2024, massa kembali melakukan unjuk rasa sebagai aksi lanjutan dari tuntutan masyarakat sipil Jawa Tengah terhadap rezim Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Munif mengaku aksi yang mulanya akan dilaksanakan di Gedung DPRD Provinsi Jawa Tengah bergeser ke depan Balai Kota Semarang karena lokasi awal sudah dikepung kepolisian. Dia mengatakan jalur-jalur mitigasi paramedis peserta aksi ditutup dengan kawat berduri, water canon, dan mobil-mobil aparat kepolisian dari berbagai wilayah di luar kota Semarang.

"Aksi tersebut lagi-lagi mendapatkan tindakan represif dari aparat kepolisian. Polisi dengan sewenang-wenang memukuli, menangkap, dan menembaki massa aksi dengan peluru karet dan gas air mata secara brutal. Penanganan dengan kekerasan ini dilakukan dengan dalih masa aksi bertindak anarkis dan melakukan kekerasan," papar Munif.

Pendekatan kekerasan oleh aparat kepolisian ini, kata Munif, setidaknya membuat 20 massa aksi dilarikan ke rumah sakit karena mengalami sesak napas hingga patah tulang. Bukan hanya itu, gas air mata yang diluncurkan petugas juga berdampak kepada masyarakat sekitar.

Selain itu, terdapat 31 massa aksi ditangkap dan dibawa ke Polrestabes Semarang. Pada tanggal 27 Agustus 2024, mereka dibebaskan namun, handphone masih disita oleh kepolisian. Ponsel tersebut ditahan dan berusaha dibuka tanpa seizin pemilik. GERAM menyebut ini sebagai pelanggaran karena tanpa surat perintah resmi dan izin pengadilan.

Lihat Juga :
Demo di Jogja Kecam soal Gas Air Mata: Rakyat Bukan Sasaran Tembak

Adukan dugaan penyusupan

Munif menekankan, para peserta demo sejak awal berniat menggelar aksi damai. Dia menyebut kericuhan justru pecah karena tindakan penyusup yang melempar sesuatu ke arah barisan polisi. Mereka pun mencurigiai penyusup yang bukan dari massa aksi tersebut.

Kata Munif, banyak saksi mata yang melihat dan dugaan mereka diperkuat dengan bukti foto serta tangkapan video.

"Sore itu kita lihat dari arah massa aksi melempar sesuatu yang kami duga itu batu, lalu teman-teman merespons dengan memarahi si pelempar. Orang itu lalu kami amankan ke belakang supaya dia tidak kena amuk massa aksi karena melakukan tindakan di luar kesepakatan kita bersama," ucapnya.

"Banyak kesaksian yang disampaikan kepada kami, banyak teman-teman Undip melihat langsung dan sangat mencolok memang, bukti paling nyata adalah bagaimana dia (penyusup) memulai memiting mahasiswa dan di akhir kita temukan di-postingan yang lain dia berfoto dengan kawan-kawannya yang juga polisi, itu adalah suatu bukti yang sangat autentik dan sangat dipercaya," kata Munif.

Selain mengadukan dugaan pelanggaran oleh aparat, kedatangan pihaknya bersama GERAM ke UGM juga demi memperoleh dukungan moril serta mengakses sebanyak-banyaknya bantuan hukum.

Lihat Juga :
Kompolnas Akan Surati Polri soal Penggunaan Gas Air Mata di Demo

Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) FH UGM, Herlambang Wiratraman menuturkan, apa yang dipaparkan Aksi Kamisan Semarang dan GERAM menunjukkan dugaan pelanggaran aparat.

"Kalau kita pelajari bertentangan dengan prinsip-prinsip yang ada di dalam ketentuan PBB dan juga bertentangan dengan undang-undang yang mengatur tentang hak asasi manusia termasuk kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum, plus Peraturan Kapolri itu sendiri," tutur dosen hukum tata negara itu.

Herlambang menegaskan, timnya juga akan mengkaji secara matang fakta-fakta yang ada sebelum memutuskan untuk memberikan pendampingan khusus buat dugaan kriminalisasi peserta aksi.

Lihat Juga :
Jokowi Tak Masalah dengan Demo, Asal Damai dan Tertib

Beberapa waktu lalu, Polda Jawa Tengah menegaskan penanganan demo di Semarang itu sudah sesuai standar operasi dan prosedur atau SOP.

"Kita kemarin sudah menjalankan sesuai SOP," kata Kabid Humas Polda Jawa Tengah Kombes Polisi Artanto, Selasa (27/8).

Artanto menjelaskan polisi sejak awal sudah menghalau massa aksi yang berusaha masuk ke halaman Balai Kota Semarang. Sempat beberapa kali terjadi aksi saling dorong.

Memasuki pukul 18.00 WIB, polisi mengimbau agar massa membubarkan diri, namun tak dihiraukan. Artanto mengklaim massa justru melempari polisi hingga akhirnya petugas di lapangan mengambil tindakan.

Kendaraan water canon maju menyemprotkan air ke arah massa, namun masih tak membuat massa bubar. Aparat akhirnya menembakkan gas air mata dari radius 50 meter.

Massa aksi pun bergerak mundur hingga ke arah depan Mal Paragon. Mereka terkena efek gas air mata hingga kemudian dibawa ke Mal Paragon.

"Kami terus mencoba meredam, namun karena sudah kelewatan, mobil water canon dan gas air mata akhirnya dikeluarkan," kata Artanto.

(kum/kid)