Putra Mahkota sekaligus Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman (MbS) ingin mengurangi pengaruh ajaran wahabi-salafi.

Pernyataan itu muncul saat MbS wawancara dengan media Amerika Serikat, The Atlantic, pada 2022. Dia mengatakan Saudi memiliki kelompok Sunni dan Syiah.

"Saat ini, tidak ada yang bisa memaksakan pandangan salah satu sekolah untuk menjadikannya sebagai satu-satunya cara memandang agama di Arab Saudi," ujar MbS, dikutip Saudi Gazette.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu bentuk ajaran itu yakni merumahkan perempuan dan menganggap suara mereka sebagai aurat.

Di kesempatan itu, MbS menceritakan kemunculan ajaran Wahabi. Dia mengatakan saat Bin Abdul Wahhab memberikan pengajaran ke murid banyak yang hanya bisa membaca dan menulis.

"Sejarah yang telah ditulis dari perspektif mereka," ucap dia.

MbS lalu mengatakan kitab-kitab yang ditulis para murid itu banyak disalahgunakan kelompok ekstremis seperti ISIS demi kepentingan mereka.

Dia lantas meyakini jika Ibnu Abdul Wahhab dan yang lain masih hidup saat ini, mereka akan menjadi orang pertama yang melawan ide-ide ekstremis dan kelompok teroris.

Lihat Juga : Pangeran MbS soal Wahabisme di Saudi: Bin Abdul Wahhab Bukan Nabi

"Masalahnya, ISIS tidak menjadikan tokoh agama Saudi yang masih hidup sebagai contoh," ujar MbS.

"Ketika mereka (tokoh Wahabi) meninggal, mereka mulai menggunakan kata-kata mereka dan memutarbalikkan pandangan mereka di luar konteks," imbuh dia.

MbS lantas menegaskan Saudi hari ini kembali ke jalur yang benar.

"Kita akan kembali ke akarnya, kembali ke Islam murni, untuk memastikan bahwa jiwa Arab Saudi-- berdasarkan Islam, budaya kita, baik suku, atau perkotaan -- melayani negara, melayani masyarakat, melayani kawasan, melayani seluruh dunia, dan membawa kita menuju pertumbuhan ekonomi," ungkap MbS.