warkoptoto3 login

foto motor vario 150 modifikasi - Aku, Kamu, Lawan Agresi Israel!

2024-10-08 01:29:53

foto motor vario 150 modifikasi,erek kerbau,foto motor vario 150 modifikasiCatatan:Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.comJakarta, CNN Indonesia--

"Free! Free Palestine! Free! Free Palestine!"

Seruan itu menggema di seluruh penjuru dunia, termasuk aksi besar-besaran di Indonesiapada 5 November.

Agresi Israel ke Gaza sejak 7 Oktober menjadi melankolia akut sekaligus murka bagi saya. Saya selalu gagal menahan air mata melihat mala di Palestina.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah anak-anak yang meninggal di Gaza hanya dalam waktu tiga pekan gempuran Israel juga melebihi konflik global selama tiga tahun berturut.

Tiga laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat total anak-anak meninggal dalam konflik bersenjata di 24 negara mencapai 2.895 pada 2022.

Tahun sebelumnya, sebanyak 2,515 anak-anak tewas, dan pada 2020 tercatat 2,674 anak-anak tewas di 22 negara. Lalu, pada 2019, sebanyak 4.019 anak terbunuh.

Begitu terancamnya anak-anak di Gaza, mereka sampai meninggalkan jejak nama mereka di perut hingga tangan. Mereka tak ingin mati tanpa nama.

Goresan nama itu memudahkan tim evakuasi kalau-kalau mereka terjebak di puing-puing hingga tubuh tak bisa dikenali. Ini menjadi bukti mereka bertahan sekaligus berjuang.

Hidup begitu indah dan hanya itu yang kita punya, begitu kata penulis Indonesia Dea Anugrah. Namun, satu-satunya yang mereka punya pun direnggut Israel.

Kengerian dan kesedihan di Gaza menjalar sampai ke hati saya.

Lihat Juga :
Dua Bayi Prematur Meninggal Dunia Usai Israel Gempur RS Al Shifa

Sejak hari pertama Israel melancarkan agresi, saya tak sanggup lagi melihat foto dan video yang beredar di media sosial. Secara pribadi saya sebisa mungkin menghindari pemberitaan kesaksian korban dan lebih meminta untuk menuliskan isu yang mengarah ke komitmen politik atau peristiwa. Rekan lain yang menuliskannya.

Bukan apa-apa, saya bisa terguncang setengah mampus barang cuma melihat kain kafan berserakan. Saya bisa mendadak teriak dan mimpi buruk saat malam usai melihat hal-hal demikian.

Namun, serangan Israel yang tak henti membuat saya harus melakukannya. Emosi saya memuncak ketika menulis kesaksian korban usai Israel membom Rumah Sakit Baptis Al Ahli. Rumah sakit.

Baptis Al Ahli sekaligus menjadi tempat pengungsian bagi warga Gaza. Mereka menganggap rumah sakit adalah tempat yang lebih aman, tetapi ini tak terjadi di Gaza. Tak ada tempat aman di sudut Palestina saat ini.

"Saya kembali dan mendapati mereka terkoyak-koyak," kata Al Hayek, salah satu pengungsi di RS Al Ahli.

A boy carries a mattres as Palestinians with their belongings flee to safer areas in Gaza City after Israeli air strikes, on October 13, 2023. Israel has called for the immediate relocation of 1.1 million people in Gaza amid its massive bombardment in retaliation for Hamas's attacks, with the United Nations warning of Situasi di Palestina. (Foto: AFP/MAHMUD HAMS)

Dia mendapati saudara-saudaranya menjadi potongan-potongan usai keluar sebentar dari RS untuk membeli kopi. Hayek barangkali berduka, dan rasa sedih ini mengelilingi diri saya. Saya menulis sembari air mata tak berhenti mengalir.

Setelah tulisan selesai, saya bergegas ke toilet untuk mengeluarkan emosi saya. Kebetulan, saat itu masih pagi dan belum banyak orang.

Di toilet, saya sedu sedan dan sembari mengutuk pelan kebrutalan serangan Israel terhadap warga sipil Palestina. Perasaan terkoyak-koyak itu juga dialami rekan saya, sesama reporter. Dia sesenggukan tiap kali menulis kesaksian korban.

Sesedih apapun kami saat menulis, tapi kami tetap memberitakan situasi di Gaza, di Tepi Barat, di wilayah manapun Palestina yang kini dijajah Israel.

Semangat menulis soal Palestina kami jaga, juga sebagai bentuk tanggung jawab pada jurnalis yang memberitakan di Gaza.

"Kami mempertaruhkan nyawa untuk memberitakan apa yang sedang terjadi di Gaza. Siapa lagi yang akan melakukannya kalau bukan kami," kata salah satu jurnalis Palestina di Gaza, Hamza Chalan.

Selama sebulan serangan Israel tercatat 39 jurnalis meninggal. Salah satu pewarta bahkan harus kehilangan keempat anak dan istrinya saat dia bekerja.

Waeel Dahdouh pilu tiap melaporkan situasi di Gaza dengan melihat anak-anak tewas, mayat bergelimpangan, dan sepanjang hari hanya ada suara ledakan. Tapi, kini dia harus kehilangan keluarganya.

Berita kematian keluarga Dahdouh membuat tubuh rekan saya gemetar, suhu badan mendadak lebih panas, dan segalanya tampak membuncah lalu air mata pecah.

Rekan saya yang lain juga merasakan sakit hingga nyeri kepala usai melihat luka-luka di Palestina.

PBB dan negara-negara Arab ke mana?

Tak hanya kesedihan yang menguar di dada, saya juga marah, geram, dan murka dengan PBB yang 'malafungsi'. Dewan Keamanan PBB gagal mengeluarkan resolusi soal agresi Israel ke Palestina.

Mereka lebih memprioritaskan kepentingan geopolitik daripada kemanusiaan.

Siapa saja anggota tetap Dewan Keamanan PBB ini? Ya, benar Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, dan China. Tiga dari negara ini mendukung penuh Israel.

Mereka bak menutup mata dengan genosida dan kejahatan perang di Palestina.

Ribuan korban meninggal bagi mereka cuma angka. Cuma angka. Tak lebih, tak memberi keuntungan apa-apa.

Korban terus berjatuhan tapi hanya menyisakan debat politik yang tak berkesudahan. Apakah Anda sadar setiap waktu yang Anda habiskan untuk cuap-cuap kepentingan, barang cuma 10 menit, ada satu anak yang tewas.

Tiap sepuluh menit, satu anak tewas.

Menit dan angka itu juga agaknya tak mampu meluluhkan pemimpin negara-negara Arab. Mereka memang mendukung Palestina, tapi di konflik ini yang paling nyaring cuma kecaman.

Para pemimpin negara Arab ini bak berpangku tangan menyaksikan anak-anak kehilangan tempat bermain, rumah, orang tua, hingga nyawa.

Beberapa negara Arab bahkan menjalin normalisasi dengan Israel melalui kesepakatan yang disebut perdamaian --alih-alih ekonomi: Abraham Accord. Gerak mereka terbatas karena perjanjian tersebut.

Perjanjian itu menyulitkan mereka bertindak lebih misalnya untuk menjatuhkan sanksi. Negara-negara Arab juga banyak yang bergantung ke Amerika Serikat, dan secara langsung dengan Israel.

Beberapa pengamat juga menilai mereka tak kompak dalam mendukung Palestina di konflik ini. Kondisi yang berbeda dengan dukungan pemimpin Barat ke Israel.

U.S. United Nations Ambassador Linda Thomas-Greenfield address the U.N. General Assembly, Friday, Oct. 27, 2023 at U.N. headquarters. (AP Photo/Bebeto Matthews)Sidang PBB membahas Israel-Hamas. (AP Photo/Bebeto Matthews)


Negara-negara Arab padahal punya Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang bisa menjadi wadah untuk membuat Israel bertekuk lutut. Ya, setidaknya membuat mereka pikir-pikir untuk menyerang Palestina lagi.

OKI mungkin bisa mengutus negosiator untuk berbicara dengan pihak-pihak di Palestina termasuk Hamas dan perwakilan anggota untuk berbicara dengan Israel.

Dalam hal ini, Yordania dan Mesir punya peluang untuk berkomunikasi dengan Israel. Mesir pernah menjadi mediator di perang 11 hari pada 2021 lalu. Sementara itu, Yordania bertautan dengan Israel dan Palestina sebagai Wali Pelindung Al Aqsa, tempat yang kerap jadi titik api konflik Israel-Hamas.

OKI beberapa kali melakukan pertemuan dan mengeluarkan pernyataan seruan gencatan senjata serta pembukaan koridor kemanusiaan.

Namun, langkah itu tak berdampak signifikan karena Israel masih menyerang Palestina.

OKI juga berusaha berbicara dengan Amerika Serikat dengan mengutus Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) untuk bertemu Presiden Joe Biden pada 13 November.

AS merupakan sekutu dekat Israel. Di konflik ini, mereka membela pemerintahan Benjamin Netanyahu dan mengesampingkan gencatan senjata.

Apakah langkah ini berhasil membujuk AS dan pada akhirnya bisa menghentikan agresi Israel? Belum tentu.

Indonesia harus apa?

Mari kita garis bawahi "menyampaikan posisi Indonesia". Negara memang mendukung Palestina merdeka, mengutip founder Foreign Policy of Community in Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal, tetapi jika RI serius ingin mengakhiri konflik Israel-Palestina mereka harus berperan lebih aktif.

Indonesia bisa melancarkan dorongan diplomatik dan politik agar perundingan solusi dua negara dimulai.

"Misalnya mengikutsertakan AS, Sekjen PBB, Norwegia, levelnya di tingkat pejabat tinggi dulu, kerangka isu yang akan dibahas apa. Kalau tidak ke arah ini, peran Indonesia hanya sebatas retorika dan bantuan kemanusiaan saja," kata Dino.

Perlawanan terhadap agresi Israel harus terus disuarakan dan dipelihara karena ini bukan soal konflik agama tetapi rasa kemanusiaan yang terinjak-injak.

Betapa pun teriris karena situasi di Gaza dan Tepi Barat, saya tak akan berhenti menuliskan kalimat demi kalimat memberitakan kebrutalan Israel. Paling tidak, kita harus melawan sebaik-baiknya, sebisa-bisanya, sehormat-hormatnya.

Berdiri di atas kemanusiaan lebih dari apa pun. Aku, kamu, lawan agresi Israel!

(asa)